Misteri Bukit Batu, Stonehenge ala Dayak

Bukit Batu adalah kumpulan batu-batu besar yang berderet membentuk gugusan bukit yang terletak di Kabupaten Katingan,  Kalimantan Tengah. Hingga saat ini keberadaan Bukit Batu masih misteri. Kumpulan batu-batu besar ini berada di tengah hutan belantara yang jauh dari gunung dan sungai sehingga tidak mungkin berasal dari letusan gunung berapi atau banjir besar. Selain itu tidak pernah ada bukti sejarah yang mengatakan bahwa lokasi itu bekas peninggalan suatu kerajaan, namun tumpukan bebatuan besar itu terlihat tersusun rapi seakan sengaja dibangun.

Karena tidak ada penjelasan konkret tentang asal mula Bukit Batu, masyarakat setempat berbagi cerita tentang legenda asal usulnya. Alkisah Bukit Batu adalah kerajaan Raja Penguasa, keturunan Bawin Kameloh dan Burut Ules. Nama asli Raja Penguasa sendiri hanya diketahui oleh orang-orang yang memiliki kesaktian atau tingkat spiritual yang tinggi. Deretan batu dengan cerita mistis dibaliknya mengingatkan saya pada tumpukan batu Stonehenge di Inggris yang asal usulnya pun masih menjadi misteri. Jadi sebut saja Bukit Batu adalah Stonehenge ala Dayak 🙂

bb13

Bukit Batu

Sejak kecil saya sering sekali berkunjung ke Bukit Batu. Entah karena ada upacara adat atau hanya sekedar berkunjung. Banyak keluarga yang masih menetap di Kasongan, sebuah kota kecil berjarak setengah jam dari Bukit Batu. Jadi setiap berkunjung dari Palangkaraya ke Kasongan pasti tidak lupa sowan ke Bukit Batu.

Waktu saya kecil, Bukit Batu belum dikenal seperti sekarang. Keadaannya masih sepi. Meskipun ada yang berkunjung pun biasanya hanya segelintir orang dari daerah sekitar. Berbeda dengan dulu, kompleks bebatuan besar ini sekarang dikelilingi pagar dengan biaya masuk 2000 rupiah.

Hiruk pikuk pengunjung yang datang bukan hanya dari lingkungan sekitar tetapi dari seluruh Indonesia bahkan sampai mancanegara. Jaman dulu kami selalu membawa bekal cemilan atau minum karena jauh dari warung terdekat. Tapi sekarang sudah berjejer warung makan minum yang menemani pengunjung  beristirahat. Namun yang paling disayangkan adalah banyaknya coretan pylox dan spidol yang mengotori dinding batu sehingga merusak pemandangan. Seharusnya penjaga memberi sanksi yang keras bagi siapa pun yang didapati merusak cagar alam budaya ini. Kalau tidak, dalam beberapa tahun  Bukit Batu bisa kehilangan keasriannya.

bb17

Bukit Batu

bb15

Adik saya bergaya di Bukit Batu

Minolta DSC

Bukit Batu mengingatkan saya dengan tumpukan batu Stonehenge di Inggris

Dulu saya sering bertanya kepada ibu apa keistimewaan bukit batu. Kenapa kami sering sekali kesana padahal panasnya minta ampun. Ibu berkata,” Itu tempat bue (kakek dalam bahasa Dayak) bertapa”. Bue saya bernama Tjilik Riwut dan dikenal sebagai orang besar. Beliau adalah Pahlawan Nasional asal Kalimantan tengah, Gubernur Kalimantan Tengah yang pertama, dan namanya juga diabadikan sebagai nama jalan dan Bandar Udara di Palangkaraya. Tapi yang melekat di benak Masyarakat Dayak pada umumnya adalah kesaktiannya. Beliau dikabarkan bisa menghilang tanpa jejak ketika dikejar pasukan Belanda, bisa  berjalan puluhan kilometer hanya dalam hitungan menit, dan seorang tabib yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Pokoknya multi talented, sakti mandraguna. Alkisah ilmu itu didapatnya karena rajin bertapa di Bukit Batu.

bb11

Tempat bertapa Tjilik Riwut

bb14

Meskipun bue meninggal ketika saya berumur 9 tahun, namun semua cerita tersebut kontras dengan gambaran bue yang saya kenal. Bagi saya beliau seorang manusia biasa meskipun agak nyentrik. Sewaktu kecil saya sering dititipkan  di rumah bue dan eyang di Jakarta (nenek saya berasal dari Yogya jadi panggilannya eyang).

Tiap main kesana saya selalu melihat bue dengan kaos oblong, sarung dan kacamata hitamnya. ya, kacamata hitam dalam rumah. 😛 Ibu selalu mengingatkan untuk tidak berisik nanti bue marah. Tapi dalam ingatan tidak pernah sekalipun beliau marah ke saya. Adanya bue sering traktir jajan, atau atraksi sulap. Bukan sulap menghilangkan diri atau melayang diatas tanah ya, tapi sulap mencopot gigi palsunya. Kalau saya kaget atau pura pura kaget setelah adegan sulap yang sama berkali kali, beliau akan terkekeh senang dan menaruh gigi palsu dalam gelas. Cerita inilah yang membuat ibu menyimpan gigi palsu ini ketika beliau meninggal.

image006a

Bue dengan kacamata hitamnya. Ibu saya yang berdiri paling kiri.

Sampai sekarang Bukit Batu masih dikenal sebagai tempat keramat yang sakral untuk bersemedi khususnya di malam Jumat atau bulan purnama. Orang yang mempunyai niat khusus, misalnya ingin berhasil dalam studi, karier, dan sukses usaha biasa memohon petunjuk di sini. Setelah permohonannya dikabulkan, mereka akan kembali lagi membawa sesajen seperti ayam, babi, sapi, atau kerbau. Selain itu, mereka juga meletakkan kain kuning sepanjang dua meter di tempat mereka memohon sebagai ucapan terima kasih.

bb6

Apabila permohonan dikabulkan, kain kuning 2 meter akan dipasang di tempat bersemedi sebagai ucapan terima kasih

Meskipun dibesarkan Katolik, orang tua saya mengajarkan untuk selalu menghargai budaya dan adat istiadat leluhur. Tiap kali ke Bukit Batu saya selalu diwajibkan untuk memberi hormat kepada nenek moyang dengan memberikan salam atau sesajen seperti rokok, aqua, kadang baram (alkohol orang dayak). Katanya sari-sari sesajen itu akan diserap leluhur, sehingga hanya dalam 1 jam rasanya menjadi hambar.  Awalnya saya tidak percaya,  sampai suatu saat saya meyaksikanya dengan mata kepala sendiri. Waktu itu kami memberi sesajen ayam rebus yang diletakkan di dalam rumah kecil keramat untuk leluhur bernama Patahu. Tidak sampe satu jam saya melihat warna ayam itu berubah dari putih ke hitam pekat dan terlihat kering tanpa sari. Luar biasa bukan?

bb18

Om Kletus memasang sesajen di Patahu

bb20

Banyak juga pengunjung yang datang ke Bukit Batu untuk menikmati pemandangan alamnya yang mengesankan. Jika  mendaki keatas bukit tertinggi, anda akan melihat hamparan luas pohon-pohon hijau sejauh mata memandang. Suasana alam yang damai indah dengan angin sepoi sepoi memanjakan kelima indra kita. Sering pula terlihat burung elang berputar diatas bukit yang dipercaya bisa memberikan pertanda, bisa baik bisa buruk, tergantung dari cara terbang dan suara yang dikeluarkanya.

bb8

bb4

bb2

Di halaman Bukit Batu terdapat sumur yang dikenal dengan nama Telaga Bawin Kameloh. Sumur itu berdiameter sekitar 50 sentimeter dan tidak pernah kering. Bawin Kameloh terkenal akan kecantikannya, sehingga wanita yang meminum air atau membilas wajah di sumur itu akan diberi berkat kecantikan yang setara dengannya, sedangkan para pria diberikan aura kewibawaan. Keponakan saya, Tantri,  yang berkunjung dari Jakarta sempat membilas wajahnya dengan air ini. Ketika kembali ke kantor semua rekannya  memuji wajahnya yang terlihat lebih segar dan berseri. Apakah ini akibat air Bawin Kameloh atau faktor cuti panjang? silakan mencoba sendiri!

bb16Bukit Batu penuh dengan misteri dan keindahan tersendiri. Era modernisasi membuat cagar alam ini seakan kehilangan jati dirinya sebagai wadah interaksi antara manusia dengan alam. Untuk itu adalah tugas kita sebagai penerus untuk menjaga kelestarian budaya ini, karena saya percaya dengan menghargai alam dan leluhur, kita juga menghargai Hatala (Tuhan dalam bahasa Dayak). Kalau warga Inggris saja bisa melindungi tumpukan batu di Stonehenge, sudah seharusnya kita juga bisa melindungi Bukit Batu. 🙂

bb21

Berkunjung ke Bukit Batu bersama keluarga

38 thoughts on “Misteri Bukit Batu, Stonehenge ala Dayak

      • Salam sejahtera..
        Entah saya manggilny apa ini ke kakak
        Sebelumnya perkenalkan saya didit dari keluarga oma datuk adel nyimbay istri opa datuk amir hamzah,bila kakak dan keluarga mengijinkan saya pingin menyambung lg tali persaudaraan
        Dan saya anak dr adele marie yg adalah anak dr oma adriana paulina
        ..kl tidak salah kita masih sodara walo nggk pernah ketemu…
        Salam sejahtera
        Didit

      • Salam sejahtera..
        Entah saya manggilny apa ini ke kakak
        Sebelumnya perkenalkan saya didit dari keluarga oma datuk adel nyimbay istri opa datuk amir hamzah,bila kakak dan keluarga mengijinkan saya pingin menyambung lg tali persaudaraan
        Dan saya anak dr adele marie yg adalah anak dr oma adriana paulina
        ..kl tidak salah kita masih sodara walo nggk pernah ketemu…
        Salam sejahtera

  1. Bisa alternatif wisata di Kalteng nih.
    Sayang sekali corat-coret itu kok harus ada. Harusnya sipembuat corat-coret dibuat kapok dengan memberikan hukuman yang setimpal. Juga harus ada tulisan larangan corat-coret.

  2. Tempatnya menarik banget, semoga suatu ketika bisa sampai ke sana juga 🙂
    Sayang banyak yang corat coret gitu ya. Mungkin sebaiknya penjaga tidak hanya mengutip ticket masuk, melainkan juga sekaligus berjaga supaya jangan sampai ada yang corat coret

  3. Menarik sekali, aku malah baru tahu loh 🙂 Vandalisme itu memang suka keterlaluan banget, tidak memiliki rasa kepunyaan/ownership bahwa wilayah publik itu ya milik dia juga 😦 Terimakasih atas informasinya, semoga makin banyak dikenal 🙂

  4. Tempat yang unik dan sangat menarik! Saya tertarik dengan legenda yang ada di tempat itu, penasaran ingin membuktikannya, tapi bukan yang bagian memohon sesuatu atau bagian taruh sesajen, bagian yang cuci mukanya saja :hehe :peace. Ya, menghargai adat istiadat memang harus dilakukan, kalau menurut saya. Apalagi menghormati leluhur, karena bakti pada orang tua adalah perbuatan dengan pahala terbesar di muka bumi ini, bagaimanapun caranya :hehe.

    • Ya betul. Kita sebagai warga Indonesia ya harus menghargai warisan adat istiadat leluhur, selama tidak merugikan orang lain. Semakin jauh dari tanah air, gw malah pengen lebih tau budaya sendiri. hahaha

      • Iya Mbak, sama, ada banyak aspek budaya yang belum diselami bahkan oleh orang Indonesia sendiri, makanya kita harus memulainya :)).

  5. Padahal jelas tempat ini keramat dan sakral, dan risiko ketika dibuka untuk umum lalu ramai, ancaman vandalisme mulai terasa. Harus ada tindakan tegas untuk itu ya Mbak, supaya pengunjung menghormati tempat suci ini 🙂

  6. Maaf..penulis ini sepupunya Heru ya?
    Cucu Pak Tjilik Riwut juga, teman sy waktu kls 1 SD di SD Katolik Sampit dulu.
    Saya selalu senang, bangga dan kagum setiap kali berkunjung ke Bukit Batu ini.

Leave a reply to cK Cancel reply